Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku
Pertemuan ke - 37 : 10 Juni 2020
Waktu: 19.00 - 21.00
Narasumber : Bapak Agung Pardini
Penyusun : sriendang485.blogspot com
PROFIL GURU AGUNG
Kecintaannya terhadap kisah-kisah kepahlawan mengantarkannya menjadi guru sejarah dan IPS sejak tahun 2001. Saat pertama kali mengajar, guru yang bernama asli Agung Pardini ini kala itu masih menempuh S1 Pendidikan Sejarah dengan tambahan program minor Antropologi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dalam waktu delapan tahun (2001-2008), setidaknya pernah mendapat kesempatan mengajar pada belasan institusi yang berbeda, mulai dari sekolah formal (SMP dan SMA), Bimbingan Belajar, Program Pengayaan Ujian, hingga Pembelajaran Paket Non-Formal atau PKBM.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang ini, Guru Agung aktif di lembaga kemanusiaan *Dompet Dhuafa* untuk menjalankan amanah pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh agar disalurkan menjadi program-program pemberdayaan di bidang pendidikan bagi kemajuan ummat. Mula-mula ia bertugas sebagai trainer pendidikan untuk melatih ribuan guru yang mengabdi di sekolah-sekolah marjinal di berbagai wilayah Indonesia.
Selain melatih para guru, bersama rekan-rekan satu timnya di Dompet Dhuafa, Guru Agung di beri beragam amanah untuk merancang dan mengelola program-program inovatif di bidang pendidikan yang berhasil menjangkau hingga 34 provinsi.
Program-program tersebut antara lain:
1. Pendampingan Sekolah dan Pengembangan Guru di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi (Donatur: JICA), 2008-2010
2. Pendampingan Sekolah Berdaya di Sumatera Barat Pasca Gempa Bumi besar, 2010-2012
3. Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Hypermart), 2010
4. Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Majelis Taklim Telkomsel), 2009
5. Pengembangan Sekolah Cerdas Literasi (Donatur: Trakindo), 2010-2013
6. Pendampingan SMK Unggulan Bidang Alat Berat (Donatur: Trakindo), 2013
7. Pendampingan Sekolah-Sekolah di Perbatasan Indonesia: 2012-2013
8. Pengiriman Guru-Guru SGI (Sekolah Guru Indonesia) ke berbagai wilayah pelosok atau 3T, 2014-2015
9. Membentuk School of Master Teacher di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan NTB, 2014-2020
10. Mengembangkan alat ukur performa Sekolah yang disebut MPC, 2012-2013
11. Mengadakan diklat kepala sekolah: Milenial Leader, 2019
12. Membangun kerjasama penyelenggaraan kelas Magister Manajemen Pendidikan Islam bersama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016-2018
13. Mengembangkan model Sepuluh Kepemimpian Guru Indonesia dan Gerakan Transformasi Kelas a
Ajar, 2018-2020
hingga 30 provinsi
Hingga saat ini masih bekerja
Perspektif Guru Agung
Berdasarkan pengalaman saya bekerja di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa. Kita terbiasa untuk mengajak para guru-guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya.
Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana.
Terdapat beberapa kendala:
1. Gaya bahasa, ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah.
2. Penggunaan komputer, banyak yang belum mengenal MS Office
3. Listrik, di beberapa wilayah hanya menyala di malam hari.
4. Ejaan yang (belum) disempurnakan
Nah bagaimana cara kita mengatasi kendala ini?
Salah satunya adalah dengan model pendampingan intensif.
Secara sabar para konsultan dan guru-guru relawan akan melakukan pendampingan dan bimbingan selama kurang lebih setahun.
Ada beberapa ragam jenis kegiatan menulis dan berkarya yang biasa kita berikan kepada guru-guru di pelosok.
Outputnya tidak harus buku, ada yang berbentuk PTK, jurnal, media pembelajaran, puisi, dan lain sebagainya
Pernah ada guru muda kami yang meninggal dalam tugas di penempatan.
Dan saat sebelum meninggal, beliau sempat menulis pada buku di atas (warna coklat).
Akhirnya nama beliau kami abadikan menjadi nama sebuah penghargaan bagi guru-guru terbaik SGI.
*Jamilah Sampara Award*
Nah bagaimana cara mengajarkan guru-guru kami menulis?
Kami punya cara yang unik.
Yakni dengan menulis "Jurnal Perjalanan Guru"
Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di kampus SGI.
Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama si siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan.
Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tasi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi.
Jadi ini bisa jadi semacam refleksi dan evaluasi.
Melalui jurnal ini, kita pun para pengelola dan dosen jadi tahu ttg perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka.
Jika ada perasaan hati yang negatif, kita bisa langsung coaching atau konseling.
Ada yang rindu keluarga, ada yang sakit hati... macam-macam ceritanya.
Kebiasaan menulis jurnal harian ini, Guru jadi terlatih buat menulis.
Namun ini tentu tidaklah cukup, harus ada upaya lain, yakni banyak-banyak membaca.
Dalam proses pembinaan guru di SGI, setiap pagi kita ada apel.
Nah,
Yang bertugas sebagai pembina apel (bergantian), dialah yang akan memberi kajian bedah buku.
Selain bedah buku, untuk memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel biasanya ada aktivitas "Semangat Pagi".
Yakni memberi motivasi secara bergantian, dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh.
Ini efektif juga buat meningkatkan kepekaan literasi buat para guru.
Kami sangat percaya bahwa menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri.
Kesimpulan
1. Saya pribadi merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
2. Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.
3. Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada".
Pertemuan ke - 37 : 10 Juni 2020
Waktu: 19.00 - 21.00
Narasumber : Bapak Agung Pardini
Penyusun : sriendang485.blogspot com
PROFIL GURU AGUNG
Kecintaannya terhadap kisah-kisah kepahlawan mengantarkannya menjadi guru sejarah dan IPS sejak tahun 2001. Saat pertama kali mengajar, guru yang bernama asli Agung Pardini ini kala itu masih menempuh S1 Pendidikan Sejarah dengan tambahan program minor Antropologi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dalam waktu delapan tahun (2001-2008), setidaknya pernah mendapat kesempatan mengajar pada belasan institusi yang berbeda, mulai dari sekolah formal (SMP dan SMA), Bimbingan Belajar, Program Pengayaan Ujian, hingga Pembelajaran Paket Non-Formal atau PKBM.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang ini, Guru Agung aktif di lembaga kemanusiaan *Dompet Dhuafa* untuk menjalankan amanah pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh agar disalurkan menjadi program-program pemberdayaan di bidang pendidikan bagi kemajuan ummat. Mula-mula ia bertugas sebagai trainer pendidikan untuk melatih ribuan guru yang mengabdi di sekolah-sekolah marjinal di berbagai wilayah Indonesia.
Selain melatih para guru, bersama rekan-rekan satu timnya di Dompet Dhuafa, Guru Agung di beri beragam amanah untuk merancang dan mengelola program-program inovatif di bidang pendidikan yang berhasil menjangkau hingga 34 provinsi.
Program-program tersebut antara lain:
1. Pendampingan Sekolah dan Pengembangan Guru di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi (Donatur: JICA), 2008-2010
2. Pendampingan Sekolah Berdaya di Sumatera Barat Pasca Gempa Bumi besar, 2010-2012
3. Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Hypermart), 2010
4. Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Majelis Taklim Telkomsel), 2009
5. Pengembangan Sekolah Cerdas Literasi (Donatur: Trakindo), 2010-2013
6. Pendampingan SMK Unggulan Bidang Alat Berat (Donatur: Trakindo), 2013
7. Pendampingan Sekolah-Sekolah di Perbatasan Indonesia: 2012-2013
8. Pengiriman Guru-Guru SGI (Sekolah Guru Indonesia) ke berbagai wilayah pelosok atau 3T, 2014-2015
9. Membentuk School of Master Teacher di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan NTB, 2014-2020
10. Mengembangkan alat ukur performa Sekolah yang disebut MPC, 2012-2013
11. Mengadakan diklat kepala sekolah: Milenial Leader, 2019
12. Membangun kerjasama penyelenggaraan kelas Magister Manajemen Pendidikan Islam bersama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016-2018
13. Mengembangkan model Sepuluh Kepemimpian Guru Indonesia dan Gerakan Transformasi Kelas a
Ajar, 2018-2020
hingga 30 provinsi
Hingga saat ini masih bekerja
Perspektif Guru Agung
Berdasarkan pengalaman saya bekerja di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa. Kita terbiasa untuk mengajak para guru-guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya.
Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana.
Terdapat beberapa kendala:
1. Gaya bahasa, ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah.
2. Penggunaan komputer, banyak yang belum mengenal MS Office
3. Listrik, di beberapa wilayah hanya menyala di malam hari.
4. Ejaan yang (belum) disempurnakan
Nah bagaimana cara kita mengatasi kendala ini?
Salah satunya adalah dengan model pendampingan intensif.
Secara sabar para konsultan dan guru-guru relawan akan melakukan pendampingan dan bimbingan selama kurang lebih setahun.
Ada beberapa ragam jenis kegiatan menulis dan berkarya yang biasa kita berikan kepada guru-guru di pelosok.
Outputnya tidak harus buku, ada yang berbentuk PTK, jurnal, media pembelajaran, puisi, dan lain sebagainya
Pernah ada guru muda kami yang meninggal dalam tugas di penempatan.
Dan saat sebelum meninggal, beliau sempat menulis pada buku di atas (warna coklat).
Akhirnya nama beliau kami abadikan menjadi nama sebuah penghargaan bagi guru-guru terbaik SGI.
*Jamilah Sampara Award*
Nah bagaimana cara mengajarkan guru-guru kami menulis?
Kami punya cara yang unik.
Yakni dengan menulis "Jurnal Perjalanan Guru"
Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di kampus SGI.
Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama si siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan.
Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tasi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi.
Jadi ini bisa jadi semacam refleksi dan evaluasi.
Melalui jurnal ini, kita pun para pengelola dan dosen jadi tahu ttg perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka.
Jika ada perasaan hati yang negatif, kita bisa langsung coaching atau konseling.
Ada yang rindu keluarga, ada yang sakit hati... macam-macam ceritanya.
Kebiasaan menulis jurnal harian ini, Guru jadi terlatih buat menulis.
Namun ini tentu tidaklah cukup, harus ada upaya lain, yakni banyak-banyak membaca.
Dalam proses pembinaan guru di SGI, setiap pagi kita ada apel.
Nah,
Yang bertugas sebagai pembina apel (bergantian), dialah yang akan memberi kajian bedah buku.
Selain bedah buku, untuk memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel biasanya ada aktivitas "Semangat Pagi".
Yakni memberi motivasi secara bergantian, dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh.
Ini efektif juga buat meningkatkan kepekaan literasi buat para guru.
Kami sangat percaya bahwa menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri.
Kesimpulan
1. Saya pribadi merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
2. Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.
3. Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada".
Komentar
Posting Komentar